Melukis dengan Sunyi: Representasi Tuli dalam Kanvas

Sumber: Tempo.com

Komunitas Karya Seni Tuli menghadirkan pameran seni rupa bertajuk Sunyi Berbicara di Galeri Taman Budaya Yogyakarta, awal Agustus 2020. Menampilkan 21 karya dari 13 seniman Tuli, pameran ini menjadi sorotan karena menyuarakan pengalaman disabilitas melalui pendekatan visual yang menantang batasan komunikasi konvensional.

Pameran seni rupa bertajuk Sunyi Berbicara menjadi penanda penting dalam lanskap seni kontemporer inklusif di Indonesia. Diselenggarakan oleh Komunitas Karya Seni Tuli, pameran ini menghadirkan suara yang tak terdengar melalui medium visual, menantang batasan bahasa dan memperluas makna komunikasi dalam dunia seni.

Bertempat di Galeri Taman Budaya Yogyakarta pada awal Agustus 2020, pameran ini menampilkan 21 karya dari 13 seniman Tuli. Lukisan, instalasi, dan video art yang dipamerkan merupakan cerminan pengalaman personal maupun sosial para seniman, yang selama ini kerap terpinggirkan dari wacana seni arus utama. Tanpa mengandalkan kata atau suara, karya-karya mereka menyampaikan narasi kuat tentang identitas, isolasi, dan kekuatan kolektif.

Pameran ini tak hanya menjadi ruang ekspresi, tetapi juga bentuk advokasi seni. Melalui pendekatan visual yang khas, para seniman Tuli menunjukkan bahwa keheningan bukanlah kekurangan, melainkan bentuk bahasa yang utuh dan sah. Setiap karya mengundang audiens untuk melihat, merasakan, dan menafsirkan tanpa prasangka, sekaligus membongkar asumsi bahwa komunikasi hanya terjadi lewat ujaran verbal.

Dalam beberapa karya, isyarat tangan yang dibekukan dalam cat, garis, atau cahaya menjelma menjadi puisi visual. Dalam karya lain, repetisi gerak dan pola merepresentasikan ritme yang hanya bisa “didengar” dengan mata. Ini adalah bentuk eksplorasi medium yang tidak hanya kreatif, tetapi juga konseptual.

Di tengah tren global yang menyoroti keberagaman dan aksesibilitas dalam seni, Sunyi Berbicara hadir sebagai contoh eksplorasi artistik yang progresif. Keterlibatan kurator, interpreter bahasa isyarat, dan fasilitator pendamping membuat proses kreatif menjadi ruang kolaborasi yang setara. Selain itu, penggunaan teks naratif, visual bergerak, dan elemen multisensorial lainnya memperkaya pengalaman interaktif antara seniman dan pengunjung.

Pameran ini sekaligus mengkritisi keterbatasan akses yang masih dihadapi seniman disabilitas dalam dunia seni formal. Dengan membangun ruang mereka sendiri, Komunitas Karya Seni Tuli menegaskan pentingnya partisipasi setara dan inklusif dalam ekosistem kreatif. Mereka tidak sekadar meminta ruang, tetapi menciptakannya sendiri—dengan bahasa dan nilai yang khas.

Melalui Sunyi Berbicara, seni menjadi alat transformasi sosial yang kuat. Di tangan komunitas Tuli, keheningan tidak lagi dilihat sebagai kekosongan, melainkan sebagai ruang penuh makna. Ini adalah suara baru dalam seni rupa kontemporer—sunyi yang lantang.

Comments

Popular posts from this blog

Pameran Seni di MRT Bundaran HI Angkat Isu Inovasi dan Perlawanan Budaya Palestina

Basoeki Abdullah: Maestro Lukis Indonesia yang Mendunia

Menjelajahi Dunia Seni Lewat Pameran Digital Basoeki Abdullah di Galeri Indonesia Kaya