Lukisan Bebas Empat Legenda dalam Satu Bingkai

Sumber: medcom.id

Bukan pameran mewah, bukan pula proyek seni besar. Lukisan Tanpa Teori justru lahir dari momen santai empat maestro seni rupa Indonesia—Dullah, Barli, S. Sudjojono, dan Hendra Gunawan—yang memilih berkarya tanpa beban. Kuas mereka bergerak bebas, tanpa sketsa, tanpa rencana, menghasilkan karya-karya yang lepas dari pakem akademik. Hasilnya? Sebuah potret langka tentang kebebasan ekspresi, eksperimentasi, dan sisi manusiawi para legenda seni tanah air.

Empat maestro seni rupa Indonesia—Dullah, Barli, S. Sudjojono, dan Hendra Gunawan—barangkali lebih dikenal lewat karya-karya mereka yang monumental dan berakar kuat pada nilai-nilai kerakyatan, realisme, serta semangat zaman. Namun, siapa sangka bahwa keempatnya pernah menciptakan karya dalam suasana lepas, liar, bahkan tanpa dasar teori atau konstruksi teknis yang biasa mereka pegang erat.

Sebuah koleksi langka berjudul Lukisan Tanpa Teori memperlihatkan sisi lain dari para pelukis besar ini. Karya-karya tersebut tidak lahir dari ruang studio yang terkontrol, melainkan dari ruang santai di sela pertemuan, ketika tangan bergerak tanpa beban, dan imajinasi berlari tanpa peta. Seolah menjadi titik temu antara persahabatan, spontanitas, dan eksperimentasi artistik yang tidak banyak terekspos ke publik.

Koleksi ini pertama kali dipublikasikan lewat kanal video Suara.com pada 2017, menampilkan dokumentasi lukisan-lukisan yang lahir dari tangan empat maestro tersebut, tanpa perencanaan panjang ataupun beban estetika akademik. Bagi sebagian orang, karya-karya ini mungkin terlihat “berantakan”, tetapi justru dari ketidakterikatan itulah muncul karakter yang mentah, jujur, dan penuh daya ledak ekspresif.

Barli, misalnya, yang dikenal sebagai pelukis akademik dengan pendekatan figuratif yang cermat, dalam koleksi ini justru menunjukkan gestur kuas yang bebas, hampir mendekati abstraksi. Begitu pula Dullah, yang biasa dikenal lewat potret realistik penuh detail, tiba-tiba memainkan warna dan bentuk secara liar, seolah mengolok-olok ketelitian yang selama ini menjadi ciri khasnya.

S. Sudjojono—yang sering dijuluki Bapak Seni Lukis Modern Indonesia—menjadi sosok yang paling konsisten dalam menyuarakan kebebasan ekspresi. Dalam Lukisan Tanpa Teori, ia seakan menunjukkan bahwa seni bisa menjadi permainan yang ringan namun tetap bermakna. Garis-garisnya mungkin tampak acak, tapi dari situ justru muncul keberanian untuk jujur: pada bentuk, pada ide, dan pada momen itu sendiri.

Sedangkan Hendra Gunawan, yang selalu identik dengan warna-warna cerah dan narasi kerakyatan, menghadirkan bentuk-bentuk yang lebih cair dan surealis. Gaya khasnya tetap terasa, tetapi seperti dilepaskan dari struktur formal yang biasanya membingkai karyanya. Ia tetap bercerita—tetapi dengan cara yang lebih seperti mimpi daripada realitas.

Koleksi ini dapat dibaca sebagai kolaborasi tak langsung yang mempertemukan empat kekuatan besar dalam seni rupa Indonesia dalam satu ruang imajinasi. Meskipun dikerjakan sendiri-sendiri, semangat yang menyatukan mereka begitu terasa: keinginan untuk bermain, menjelajah, dan merayakan kebebasan berkarya tanpa beban “harus begini” atau “harus begitu”.

Konsep mash-up dalam dunia seni sering dikaitkan dengan percampuran lintas gaya atau disiplin. Dalam konteks ini, Lukisan Tanpa Teori adalah mash-up yang lebih subtil—bukan dari segi media, melainkan dari karakter dan semangat. Empat maestro dengan latar belakang berbeda, visi berbeda, teknik berbeda, tiba-tiba berada dalam satu garis yang sama: membiarkan tangan bekerja sebelum kepala mengambil alih.

Ini juga memberi kita sudut pandang baru dalam membaca karya besar. Bahwa seni yang kita kenal sebagai “serius” tidak harus selalu dibuat dengan cara serius. Ada ruang untuk spontanitas, bahkan main-main, yang justru memperkaya narasi dan menjembatani hubungan antara seniman dan publik secara lebih intim.

Dalam konteks masa kini, karya-karya ini terasa sangat relevan. Banyak seniman muda yang justru mengejar kebebasan dari batasan akademik, menjadikan seni sebagai ekspresi personal yang otentik, tanpa perlu validasi institusi. Apa yang dilakukan Dullah, Barli, Sudjojono, dan Hendra beberapa dekade lalu dalam Lukisan Tanpa Teori, kini menjadi praktik umum di ruang-ruang seni alternatif, pameran kolektif, hingga media sosial.

Lebih jauh lagi, koleksi ini mengajak kita untuk melihat bahwa di balik reputasi besar dan nama-nama yang diajarkan di sekolah seni, ada sisi manusiawi yang bermain, bersenda gurau, dan tidak takut untuk keluar dari zona nyamannya. Dan mungkin dari situlah lahir kejujuran artistik yang paling murni.

Lukisan Tanpa Teori bukan sekadar karya—ia adalah perayaan atas keberanian untuk tidak mengikuti aturan, dan penghormatan pada insting kreatif yang paling dasar. Satu bingkai, empat nama besar, dan ribuan kemungkinan makna.

Comments

Popular posts from this blog

Pameran Seni di MRT Bundaran HI Angkat Isu Inovasi dan Perlawanan Budaya Palestina

Basoeki Abdullah: Maestro Lukis Indonesia yang Mendunia

Menjelajahi Dunia Seni Lewat Pameran Digital Basoeki Abdullah di Galeri Indonesia Kaya