Tanah dan Cat Menyatu dalam Pameran Korakrit Arunanondchai

Sumber: kompas.com

Di tengah kesibukan Jakarta, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang pengunjung untuk merenung lebih dalam melalui pameran terbaru karya seniman Thailand, Korakrit Arunanondchai. Menggabungkan elemen tanah dan cat, pameran ini menyajikan percakapan visual yang menggali hubungan antara manusia, alam, dan teknologi, serta dampak budaya manusia terhadap dunia. Dengan pendekatan yang mengintegrasikan seni lukis, instalasi, dan video, Arunanondchai mengajak audiens untuk berinteraksi langsung dengan karya-karya yang berbicara tentang spiritualitas dan keberlanjutan di zaman kontemporer.

Di tengah riuhnya kehidupan urban Jakarta, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) kembali menjadi oase kontemplatif bagi publik yang haus akan pengalaman seni yang menyentuh batin. Kali ini, museum tersebut menghadirkan pameran tunggal dari seniman lintas disiplin asal Thailand, Korakrit Arunanondchai. Lewat eksplorasi elemen tanah dan cat, Arunanondchai mengajak pengunjung menyelami perenungan yang mendalam tentang eksistensi manusia, hubungan dengan alam, serta dampak dari perkembangan teknologi terhadap identitas dan spiritualitas.

Korakrit dikenal luas sebagai seniman yang menembus batas-batas medium. Ia menggabungkan seni lukis, instalasi, performans, hingga video art dalam narasi visual yang sarat lapisan makna. Dalam pameran di Museum MACAN, ia menciptakan ruang yang tidak hanya untuk ditonton, melainkan juga dirasakan. Elemen tanah—yang ia pilih bukan secara kebetulan—menjadi simbol akar kehidupan, sumber alam, dan keterhubungan manusia dengan bumi. Sementara cat mewakili jejak manusia, budaya, dan keberadaan buatan yang terus berkembang di tengah dunia modern.

Salah satu hal yang membedakan pameran ini dari yang lain adalah pengalaman multisensori yang ditawarkan. Beberapa instalasi sengaja diciptakan untuk dapat disentuh atau dijelajahi pengunjung, menciptakan kedekatan emosional antara karya dan penikmatnya. Tekstur kasar tanah yang disandingkan dengan kilauan warna cat memberikan sensasi kontras—seperti hubungan antara alam dan budaya, kesunyian dan kebisingan, yang menjadi inti dari perenungan Arunanondchai.

Lebih jauh, Museum MACAN tak hanya berperan sebagai ruang pajang karya seni, tetapi juga menjadi ruang belajar. Selama masa pameran, museum menyelenggarakan berbagai program pendukung seperti lokakarya, tur berpemandu, dan sesi diskusi yang menghadirkan langsung sang seniman. Di sinilah audiens diajak memahami bahwa seni bukan hanya urusan keindahan visual, tetapi juga pemaknaan, gagasan, dan pesan sosial yang bisa membentuk cara pandang terhadap dunia.

Pameran ini juga menjadi bagian dari misi Museum MACAN untuk membangun jembatan antara praktik seni kontemporer dunia dan masyarakat Indonesia. Kehadiran seniman seperti Korakrit bukan hanya memperkaya ekosistem seni lokal, tetapi juga membuka dialog lintas budaya. Dalam konteks ini, museum tak sekadar menjadi tempat menyimpan karya, tetapi menjadi institusi yang aktif membentuk wacana seni yang relevan dengan zaman.

Pesan lingkungan yang kuat juga menjadi inti dari karya-karya Korakrit. Di tengah isu krisis iklim dan kerusakan ekologis yang semakin nyata, karya-karyanya menjadi seruan lembut agar manusia kembali menyadari posisinya sebagai bagian dari alam, bukan penguasa atasnya. Visualisasi tanah yang terluka, terbelah, atau dilapisi oleh unsur buatan menggambarkan bagaimana peradaban manusia telah meninggalkan jejak yang dalam—baik secara fisik maupun spiritual—pada bumi ini.

Pengalaman artistik dalam pameran ini tak berhenti pada galeri. Museum MACAN menyediakan fasilitas penunjang seperti katalog pameran yang informatif, panduan audio, serta aktivitas edukatif yang memungkinkan pengunjung dari berbagai usia untuk memahami dan mengapresiasi karya dengan lebih menyeluruh. Anak-anak, remaja, hingga penikmat seni kawakan dapat menemukan ruang refleksi mereka masing-masing di sini.

Pameran ini pun mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang relevan dengan situasi hari ini: Bagaimana kita berelasi dengan alam dalam era teknologi? Apa yang masih tersisa dari spiritualitas di tengah arus informasi yang serba cepat? Dapatkah seni menjadi alat penyembuhan kolektif dan refleksi bersama?

Sebagai penutup, karya-karya Korakrit Arunanondchai di Museum MACAN bukan sekadar seni kontemporer yang menawan secara visual. Ia adalah perwujudan dari seni yang sadar akan konteks sosial, spiritual, dan ekologis. Ia berbicara tanpa suara, namun menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, budaya, dan alam. Sebuah undangan untuk melambat, merenung, dan kembali terhubung dengan tanah tempat kita berpijak—secara harfiah maupun batiniah.

Sumber:https://www.kompas.com/homey/read/2024/12/06/201300976/ketika-tanah-dan-cat-bersatu-dalam-karya-perupa-korakrit-arunanondchai-di

Comments

Popular posts from this blog

Pameran Seni di MRT Bundaran HI Angkat Isu Inovasi dan Perlawanan Budaya Palestina

Basoeki Abdullah: Maestro Lukis Indonesia yang Mendunia

Menjelajahi Dunia Seni Lewat Pameran Digital Basoeki Abdullah di Galeri Indonesia Kaya