Menghidupkan Kembali Napas Seni Tradisional

Lukisan tradisional Bali daerah Ubud karya Pande Darmayana Sumber: Pinterest

Seni rupa tradisional Indonesia tengah berada di ambang senyap. Di tengah gelombang modernitas dan globalisasi, warisan visual seperti lukisan klasik, ukiran, dan patung berbasis nilai-nilai budaya lokal semakin terpinggirkan. Padahal, di balik setiap detailnya, tersimpan identitas, spiritualitas, dan sejarah panjang peradaban bangsa. Saatnya tidak hanya melestarikan, tapi juga menghidupkannya kembali dalam ruang kehidupan masa kini.

Seni rupa tradisional Indonesia adalah bagian dari jati diri bangsa. Di balik setiap guratan lukisan Bali, relief candi, hingga patung kayu dari berbagai daerah, tersimpan nilai-nilai spiritual, filosofi hidup, serta hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta. Sayangnya, seiring waktu, keberadaan seni rupa tradisional kian terpinggirkan. Ruang apresiasinya mengecil, dan generasi muda pun semakin asing dengan bentuk-bentuk ekspresi seni yang seharusnya menjadi warisan kebanggaan.

Arus globalisasi dan dominasi budaya populer menjadikan seni kontemporer lebih mendominasi panggung-panggung kreatif. Seni tradisional dipandang usang, kurang relevan, bahkan ketinggalan zaman. Ini menjadi alarm serius. Jika dibiarkan, bukan tak mungkin seni rupa tradisional hanya tinggal artefak yang mati, kehilangan konteks, dan terputus dari masyarakatnya sendiri.

Revitalisasi menjadi kata kunci. Bukan hanya dalam pengertian pelestarian, tapi juga sebagai upaya menghidupkan kembali, menjadikan seni tradisional sebagai bagian dari kehidupan masa kini. Ini berarti memberi ruang dan makna baru bagi seni tradisional untuk tumbuh, beradaptasi, dan tetap berakar.

Peran pemerintah sangat krusial. Dukungan kebijakan, dana, serta keberpihakan terhadap pelaku seni lokal perlu ditingkatkan. Festival budaya, pameran, hingga kolaborasi lintas generasi bisa menjadi platform efektif untuk membawa seni tradisional ke ranah yang lebih luas. Edukasi juga memegang peranan penting. Kurikulum yang menyisipkan seni lokal sebagai bagian dari pendidikan karakter akan membantu menanamkan apresiasi sejak dini.

Namun, upaya ini tidak bisa hanya mengandalkan institusi. Masyarakat pun harus turut terlibat. Kita perlu menciptakan ekosistem yang mendukung seniman tradisional, dari apresiasi karya hingga mendukung keberlanjutan ekonomi mereka. Kolaborasi antara seniman muda dengan pelaku seni tradisional bisa menjadi jembatan yang menyegarkan, menghadirkan bentuk-bentuk ekspresi baru tanpa mencabut akar budayanya.

Seni tradisional bukan sekadar kenangan masa lalu. Ia adalah wajah budaya yang memperkuat identitas bangsa. Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, keberadaan seni yang berpijak pada akar tradisi justru menjadi penyeimbang, pengingat arah, dan sumber inspirasi. Revitalisasi bukan nostalgia, melainkan investasi budaya untuk masa depan. Kita harus berhenti melihat seni tradisional sebagai peninggalan, dan mulai menjadikannya bagian dari denyut kehidupan bangsa hari ini dan esok.

Comments

Popular posts from this blog

Pameran Seni di MRT Bundaran HI Angkat Isu Inovasi dan Perlawanan Budaya Palestina

Basoeki Abdullah: Maestro Lukis Indonesia yang Mendunia

Menjelajahi Dunia Seni Lewat Pameran Digital Basoeki Abdullah di Galeri Indonesia Kaya