Garis Gathuk Membawa Seni ke Tengah Masyarakat Kediri

Komunitas Garis Gathuk (Foto: Istimewa) Sumber: detik.com

Di Kediri, Jawa Timur, sebuah komunitas seni bernama Garis Gathuk membuktikan bahwa seni rupa tidak harus terpajang di galeri atau ruang eksklusif. Dengan semangat membumikan seni, mereka membawa ekspresi kreatif ke tengah kehidupan masyarakat, dari dinding desa hingga ruang belajar, menjadikan seni sebagai bagian hidup yang nyata dan menyentuh.

Di tengah dinamika zaman dan pesatnya perkembangan teknologi, seni rupa kerap dianggap sebagai sesuatu yang elitis, eksklusif, atau hanya dapat diapresiasi di galeri dan ruang pameran formal. Namun, bagi komunitas Garis Gathuk yang berbasis di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, seni seharusnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari—membumi, membaur, dan menyapa siapa saja tanpa batas.

Garis Gathuk, sebuah komunitas yang digagas oleh para pegiat seni lokal, memiliki visi untuk mendekatkan seni rupa kepada masyarakat umum, terutama mereka yang selama ini merasa asing dengan dunia seni. Nama “garis gathuk” sendiri mengandung makna yang filosofis, merujuk pada konsep sambung-menyambung, menjalin keterkaitan, dan menciptakan keselarasan di antara berbagai elemen dalam kehidupan, termasuk antara seniman dan masyarakat.

Salah satu cara yang mereka tempuh adalah dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan berbasis komunitas, seperti mural di ruang publik, workshop seni di desa, pameran keliling, serta kolaborasi dengan UMKM dan sekolah-sekolah. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang unjuk karya, melainkan juga menjadi ruang bertemu, berbagi, dan bertumbuh bersama. Bagi Garis Gathuk, seni adalah medium komunikasi yang kuat dan bisa menembus sekat sosial maupun geografis.

Komunitas ini tak segan menjadikan dinding kosong di desa sebagai kanvas, atau mengajak anak-anak dan ibu-ibu rumah tangga menggambar bersama menggunakan media sederhana. Menurut mereka, setiap orang punya potensi artistik yang bisa dikembangkan, asalkan diberi ruang dan pendekatan yang tepat. Melalui cara ini, mereka ingin meruntuhkan anggapan bahwa seni hanya milik kalangan tertentu.

Garis Gathuk juga aktif mendokumentasikan kegiatan mereka dalam bentuk foto, video, dan catatan reflektif yang mereka bagikan di media sosial. Ini menjadi bagian dari upaya mereka memperluas jangkauan gerakan seni membumi ke publik yang lebih luas. Responnya pun positif—tidak sedikit warga luar daerah, seniman muda, hingga akademisi yang kemudian tertarik belajar dan terlibat langsung dalam aktivitas komunitas ini.

Selain menjangkau masyarakat desa, Garis Gathuk juga bekerja sama dengan sejumlah institusi dan komunitas lain untuk memperkuat jaringan seni yang inklusif. Mereka percaya bahwa kolaborasi adalah kunci untuk memperbesar dampak gerakan mereka. Dalam beberapa kesempatan, mereka juga menghadirkan forum diskusi dan pameran tematik yang menyuarakan isu-isu lokal, seperti perubahan sosial, lingkungan, dan budaya.

Apa yang dilakukan Garis Gathuk menunjukkan bahwa seni rupa tidak harus berjarak dengan kehidupan nyata. Justru ketika seni hadir di tengah masyarakat, ia menemukan bentuk paling jujur dan bermakna. Karya seni yang lahir dari keseharian—dari cerita rakyat, dari pengalaman petani, dari warna-warni pasar tradisional—menjadi cermin budaya sekaligus penguat identitas lokal.

Kehadiran komunitas seperti Garis Gathuk juga membuka ruang baru bagi regenerasi seniman daerah. Mereka memberi contoh bahwa menjadi seniman tidak harus pindah ke kota besar atau bergantung pada sistem seni formal. Dengan konsistensi, kreativitas, dan keberpihakan pada masyarakat, seniman bisa tumbuh di tanah mereka sendiri dan tetap memberi kontribusi nyata bagi lingkungan sekitar.

Langkah kecil komunitas ini mungkin terlihat sederhana, tapi justru di situlah kekuatannya. Mereka tidak menjadikan seni sebagai simbol kemewahan, melainkan sebagai jembatan untuk menyatukan manusia dengan dunianya. Dalam setiap mural yang mereka gambar, dalam setiap diskusi yang mereka gelar, dan dalam setiap tawa anak-anak yang menggambar bersama, Garis Gathuk sedang menanamkan benih apresiasi seni yang otentik dan berkelanjutan.

Ketika seni kembali ke akar—ke tanah, ke tubuh masyarakat—ia tidak hanya memperindah ruang, tapi juga menyentuh hati. Dan dari Kediri, Garis Gathuk memberi bukti nyata bahwa seni bisa menjadi bagian dari hidup sehari-hari, menyatu dalam denyut kehidupan tanpa kehilangan makna dan keindahannya.

Sumber:https://www.detik.com/jatim/jatim-moncer/d-7745182/mimpi-komunitas-garis-gathuk-bumikan-seni-rupa-di-kehidupan-sehari-hari

Comments

Popular posts from this blog

Pameran Seni di MRT Bundaran HI Angkat Isu Inovasi dan Perlawanan Budaya Palestina

Basoeki Abdullah: Maestro Lukis Indonesia yang Mendunia

Menjelajahi Dunia Seni Lewat Pameran Digital Basoeki Abdullah di Galeri Indonesia Kaya