Perempuan dalam Lintasan Waktu: Merayakan Peran dan Eksistensi Lewat Pameran Per-Empu-An
Perempuan bukan sekadar sosok di balik layar sejarah, tetapi juga pelaku utama dalam kehidupan sosial, budaya, dan seni. Pameran Per-Empu-An yang digelar oleh Bentara Budaya menghadirkan refleksi mendalam tentang bagaimana perempuan telah diabadikan dalam seni rupa dari masa ke masa. Menampilkan 56 karya yang membentang dari tahun 1941 hingga 2019, pameran ini memperlihatkan bagaimana citra perempuan terus berkembang, bukan hanya sebagai objek seni, tetapi juga sebagai subjek dengan suara dan kekuatan yang nyata. Dengan beragam medium seperti lukisan, grafis, kaca, wayang, dan keramik, pameran ini menjadi pengingat bahwa perempuan memiliki peran sentral dalam sejarah dan kebudayaan.
Perempuan selalu menjadi bagian penting dalam sejarah dan budaya, baik sebagai pelaku maupun inspirasi dalam seni. Pameran seni rupa Per-Empu-An yang digelar oleh Bentara Budaya menghadirkan refleksi mendalam tentang perjalanan panjang perempuan dalam seni. Pameran ini tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga menyampaikan pesan tentang bagaimana perempuan dipersepsikan dan bagaimana mereka berkontribusi dalam kehidupan sosial dan budaya.
Dengan menghadirkan 56 karya seni dari berbagai era, Per-Empu-An mengeksplorasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan—sebagai ibu, pekerja, pejuang, dan figur sosial yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah. Pameran ini menyuguhkan perjalanan seni rupa perempuan dari tahun 1941 hingga 2019, memberikan gambaran bagaimana citra perempuan berkembang seiring waktu.
Diselenggarakan di Bentara Budaya Art Gallery, pameran ini menghadirkan koleksi seni yang beragam, mulai dari lukisan, grafis, kaca, wayang, hingga keramik. Karya tertua dalam pameran ini adalah Putri Mangkunegara VII karya Soebanto, sementara yang terbaru adalah Ambrosia oleh Harindarvati. Keberagaman ini menjadi bukti bahwa seni tidak hanya sekadar ekspresi keindahan, tetapi juga menjadi media untuk merekam dan memahami peran perempuan dalam masyarakat dari masa ke masa.
Beberapa seniman ternama turut ambil bagian dalam pameran ini, di antaranya Otto Djaja, Soedibio, Batara Lubis, Entang Wiharso, dan Lucia Hartini. Setiap seniman memiliki sudut pandang unik dalam menggambarkan perempuan—ada yang menyoroti kelembutan dan keanggunan, ada yang menampilkan keteguhan dan perjuangan, serta ada pula yang mengangkat spiritualitas dan nilai-nilai tradisional.
Di tengah ruang pameran yang penuh dengan karya-karya penuh makna, pengunjung diajak untuk merenungi kembali peran perempuan dalam seni dan budaya. Seperti yang tergambar dalam puisi Perempuan-Perempuan Perkasa karya Hartoyo Andangjaya:
❝ Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta,Siapakah mereka…Mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasaAkar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota…Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa…❞
Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menggambarkan perempuan sebagai sosok yang gigih, mandiri, dan penuh kasih sayang. Gambaran ini sejalan dengan tema pameran yang menampilkan perempuan bukan hanya sebagai objek seni, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki suara, perasaan, dan kekuatan yang mampu mengubah dunia.
Pameran Per-Empu-An juga memberikan ruang bagi para seniman untuk menggali kembali akar budaya dan tradisi yang berkaitan dengan perempuan. Sejumlah karya dalam pameran ini menyoroti figur-figur perempuan dalam mitologi Nusantara, seperti Dewi Sri, Roro Mendut, dan Nyai Roro Kidul, yang selama ini menjadi bagian dari kisah-kisah yang diwariskan turun-temurun. Representasi perempuan dalam mitologi ini kerap memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan kesuburan, kekuatan, dan ketahanan. Namun, melalui interpretasi seniman masa kini, kisah-kisah tersebut mendapat perspektif baru yang lebih relevan dengan kondisi perempuan saat ini.
Tidak hanya menggambarkan perempuan dalam peran tradisional, beberapa karya juga berani menampilkan potret perempuan modern yang semakin mandiri dan memiliki kontrol atas kehidupannya sendiri. Ini terlihat dalam karya yang menggambarkan perempuan dalam dunia kerja, politik, dan berbagai bidang profesional lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, seni juga ikut merekam transformasi peran perempuan dalam masyarakat, menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas yang setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.
Salah satu hal menarik dari pameran ini adalah keterlibatan lintas generasi dalam proses penciptaan karya. Seniman senior dan seniman muda saling berdialog melalui karya-karya mereka, memberikan perspektif yang kaya tentang bagaimana perempuan di era yang berbeda menghadapi tantangan dan perubahan sosial. Karya-karya dari era 1940-an hingga 2019 ini seolah membentuk alur waktu yang memperlihatkan bagaimana cara pandang terhadap perempuan berkembang seiring perubahan sosial, ekonomi, dan politik.
Selain karya yang menyoroti kehidupan perempuan secara personal dan sosial, ada pula yang menggambarkan isu-isu yang lebih luas, seperti eksploitasi perempuan, perdagangan manusia, dan kekerasan berbasis gender. Dengan menampilkan isu-isu ini dalam medium seni, pameran ini tidak hanya menjadi sarana apresiasi keindahan visual, tetapi juga membangun kesadaran publik tentang berbagai persoalan yang masih dihadapi perempuan hingga saat ini. Beberapa karya bahkan mengusung gaya surealis dan simbolik untuk menyampaikan pesan tentang penderitaan dan ketidakadilan yang sering dialami perempuan.
Lebih dari sekadar pameran seni, Per-Empu-An juga menjadi ruang dialog yang mempertemukan berbagai pemikiran tentang perempuan dan peran mereka dalam kehidupan. Berbagai acara pendukung seperti diskusi, lokakarya, dan tur pameran interaktif menambah dimensi edukatif dalam pameran ini. Pengunjung tidak hanya menikmati karya yang dipajang, tetapi juga diajak untuk lebih memahami sejarah, filosofi, dan konsep di balik setiap karya seni yang dipamerkan.
Sebagai bagian dari rangkaian acara, pameran ini juga memberikan kesempatan bagi seniman perempuan untuk lebih dikenal dan diapresiasi. Selama ini, nama-nama besar dalam dunia seni rupa masih didominasi oleh laki-laki, meskipun banyak seniman perempuan yang memiliki karya berkualitas tinggi dan penuh makna. Dengan adanya pameran seperti Per-Empu-An, harapannya lebih banyak seniman perempuan yang mendapatkan ruang untuk menunjukkan bakat dan gagasan mereka.
Secara keseluruhan, Per-Empu-An bukan hanya sekadar pameran seni rupa, melainkan juga sebuah pernyataan tentang bagaimana perempuan telah, sedang, dan akan terus menjadi bagian penting dalam perkembangan seni dan budaya. Pameran ini mengajak kita untuk lebih dalam memahami posisi perempuan dalam sejarah seni, tidak hanya sebagai objek yang digambarkan, tetapi juga sebagai pencipta yang memiliki pemikiran, ekspresi, dan kontribusi nyata.
Dengan mengangkat tema yang begitu relevan dan penting, Per-Empu-An menjadi pengingat bahwa seni tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana refleksi sosial dan perjuangan. Pameran ini seolah menjadi jendela yang memperlihatkan bagaimana perempuan dalam berbagai generasi telah menorehkan jejak dalam dunia seni, membawa perubahan, dan menginspirasi banyak orang. Harapannya, pameran ini tidak hanya menjadi perayaan sesaat, tetapi juga membuka lebih banyak ruang.
Comments
Post a Comment