Jayakarta dalam Sapuan Sejarah: Narasi Waktu dalam Karya Srihadi Soedarsono
Jakarta bukan sekadar ibu kota, tetapi cerminan perjalanan panjang bangsa Indonesia. Melalui lukisan JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future, maestro seni rupa Srihadi Soedarsono menghadirkan narasi visual yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu bingkai. Dengan teknik khasnya yang mengadopsi konsep wayang beber, Srihadi tidak hanya menggambarkan perubahan arsitektur kota, tetapi juga menyematkan makna mendalam tentang perjuangan, ketahanan, dan harapan akan kejayaan bangsa.
Jakarta bukan hanya pusat pemerintahan dan ekonomi Indonesia, tetapi juga kota yang menyimpan sejarah panjang perjalanan bangsa. Dalam karyanya yang berjudul JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future, maestro seni rupa Srihadi Soedarsono menghadirkan narasi visual yang menggambarkan evolusi ibu kota dari era kolonial hingga masa depan. Dengan ukuran 2x4 meter, lukisan ini bukan sekadar representasi artistik, tetapi juga cerminan semangat, perjuangan, dan harapan masyarakat Indonesia.
Salah satu aspek menarik dari lukisan ini adalah cara Srihadi mengadopsi teknik wayang beber—seni lukis naratif yang berasal dari abad ke-13. Dalam wayang beber, adegan-adegan sejarah disusun secara berurutan dalam satu bidang gambar, menciptakan alur cerita yang mengalir dari satu zaman ke zaman lainnya. Teknik ini diterapkan dalam JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future, di mana sisi kiri lukisan menggambarkan masa lalu, sementara sisi kanan mewakili masa kini dan proyeksi masa depan.
Di bagian awal, kita disuguhkan pemandangan kapal dagang VOC yang berlabuh di Teluk Jakarta pada abad ke-17. Tidak jauh dari sana, terlihat benteng VOC yang menjadi simbol kolonialisasi di Batavia. Kemudian, kota mulai berkembang dengan kehadiran bangunan-bangunan bersejarah seperti Istana Merdeka, Museum Nasional, dan Museum Fatahillah yang berdiri megah sebagai saksi peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan bangsa.
Memasuki era kemerdekaan, lukisan ini membawa kita pada momen proklamasi yang ditandai dengan kehadiran Monumen Nasional (Monas). Di sekelilingnya, berbagai bangunan monumental seperti Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, dan Jembatan Semanggi muncul sebagai lambang pertumbuhan kota menuju era modernisasi. Hingga akhirnya, di ujung lukisan, tergambar sebuah pelabuhan besar yang menjadi simbol masa depan Jakarta—sebuah kota yang dinamis, maju, dan siap bersaing di tingkat global.
Lebih dari sekadar penggambaran visual, Srihadi mengolah warna sebagai elemen utama dalam menyampaikan emosi dan makna. Salah satu warna yang dominan dalam lukisan ini adalah emas, yang digunakan untuk merepresentasikan kejayaan dan kemakmuran. Dengan pemilihan warna yang teliti, ia menciptakan harmoni antara elemen sejarah, arsitektur, dan perkembangan zaman. “Seni bukan hanya tentang melihat, tetapi juga merasakan,” ujar Srihadi. “Melalui warna, saya ingin menyampaikan semangat dan optimisme tentang masa depan bangsa.”
Pendekatan ini mencerminkan filosofi Srihadi sebagai seniman yang selalu menjadikan seni sebagai medium refleksi. Ia tidak sekadar menggambarkan bangunan atau lanskap, tetapi juga menyematkan makna yang lebih dalam, mengajak penonton untuk merenungi perjalanan Indonesia dan memahami bagaimana sejarah membentuk identitas bangsa.
Sebagai seorang maestro yang telah berkarya selama lebih dari tujuh dekade, Srihadi terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Saat ini, ia lebih sering menggunakan tablet digital untuk membuat sketsa sebelum menuangkannya ke atas kanvas. Teknologi membantunya menuangkan ide dengan lebih cepat tanpa meninggalkan esensi dari teknik melukis konvensional yang telah menjadi ciri khasnya. Namun, di balik kemajuan teknologi yang ia manfaatkan, nilai utama dalam setiap karyanya tetap berakar pada eksplorasi mendalam terhadap sejarah dan budaya Indonesia. Baginya, seni adalah cerminan zaman, dan setiap goresan memiliki cerita yang dapat menginspirasi generasi mendatang.
Lukisan JAYAKARTA: The Glory of The Past, Present, and Future bukan sekadar dokumentasi visual tentang Jakarta, tetapi juga refleksi perjalanan bangsa Indonesia. Srihadi tidak hanya mengajak kita untuk mengenang masa lalu, tetapi juga memahami esensinya dalam kehidupan saat ini dan bagaimana hal itu dapat menjadi pijakan bagi masa depan. Karya ini mengingatkan kita bahwa kejayaan sebuah bangsa bukanlah sesuatu yang diterima begitu saja, melainkan harus diperjuangkan dengan kesadaran, kerja keras, dan semangat pantang menyerah. Lewat sapuan kuasnya, Srihadi mengabadikan sejarah dan harapan dalam satu bingkai, mengajak kita untuk terus melangkah menuju masa depan dengan optimisme dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Comments
Post a Comment